Kamis, 05 Juli 2012

Gelombang Sunyi :: Taufik Ikram Jamil

Identitas Buku

Judul                           : Roman: Gelombang Sunyi
Penulis                         : Taufik Ikram Jamil
Jumlah halaman           : 190 halaman
Penerbit                       : Penerbit Buku Kompas
Tempat Terbit              : Jakarta
Tahun terbit                 : 2001

Novel Gelombang Sunyi karya Taufik Ikram jamil ini mengangkat persoalan lokal yang menimpa masyarakat Riau, yakni penyerobotan tanah masyarakat tempatan oleh perusahaan yang mendorong munculnya resistensi oleh masyarakat dan seorang jurnalis. Cerita ini mengankat tema mengenai Kisah tentang pahit getir menegakkan kebenaran di negeri ini, di bawah kepemimpinan yang otoriter.
Kearifan lokal masyarakat tempatan tercabik-cabik oleh kekuatan ekonomi kelompok elit. Kondisi tersebut membuat masyarakat mengharapkan cahaya yang dapat membebaskan masyarakat dari dominasi pihak penguasa. Karena itu, kata “cahaya” menjadi sangat penting dalam novel ini.
Dalam novel Gelombang Sunyi beberapa kali berulang kata “cahaya”. Tampaknya “cahaya” menjadi salah satu kata kunci yang perlu diinterpretasikan. Bahkan kata yang pertama kali terdapat dalam novel ini adalah cahaya. Tokoh ‘aku’ berkata “kegelapan mengebat tangan dan kakiku, kemudian dengan bengis mulai mengunci mulutku. Tak jelas, apakah di sekitarku berwarna hitam mengakap, tetapi pasti pandanganku tak lagi memiliki jarak, sehingga tidak ada benda-benda yang dapat ditangkap oleh alat penglihatanku. Aku merindukan cahaya, karena dengannya semula kukira aku dapat memahami warna hitam yang menempel di biji mataku sekarang. Cahaya, cahaya…”.
            “Di puncak kegelapan akan ada cahaya, akan ada cahaya”….. Bukankah aku sekarang dalam kegelapan yang sempurna. Lalu, dimanakah puncak kegelapan itu sehingga cahaya bisa merasuk dalam tubuhku. Dimanakah sinar. Ah, mengapa terlalu lama ku gapai cahaya”. Pada akhir perkataannya,tokoh aku punberkata “Kini cahaya memelukku erat. Cahaya, cahaya, cahaya….”
Dalam novel yang beralur maju mundur ini kata cahaya (terang) sengaja dipertentangkan dengan gelap. Sebagai pasangan berlawanan, “cahaya” dan “gelap” ditampilkan untuk menunjukkan dua kondisi yang berbeda. Bagi tokoh aku “cahaya” bermakna kebebasan untuk hidup dan menyampaikan sesuatu. Kebebasan itu sendiri berkaitan erat dengan kehidupan. Tanpa kebebasan, kehidupan manusia tidak bisa merasakan dirinya sebagai manusia seutuhnya.
Ketika tokoh ‘aku’ disiksa oleh aparat akibat pemberitaannya, ia berada dalam kondisi gelap. Ini bermakna dalam kondisi gelap, hidupnya tidak bebas. Gelap memang sering digunakan untuk menandai kehidupan yang tidak baik, penderitaan, belenggu, dan tirani. ia  dituduh telah membantu mengurus bantuan hukum bagi Kahar dan delapan belas penduduk kampung yang dituduh telah membakar barak maupun kantor perusahaan besar nasional. Pembelaan yang dilakukan tokoh ‘aku’ baik dengan cara membantu mencarikan bantuan hukum maupun pembelaan melalui pemberitaan di media massa membuat dirinya berhadapan dengan pemegang kekuatan ekonomi di negeri ini.
Tokoh ‘aku’ yang begitu tabah dan sabar ketika di sekap dan disiksa terus berharap adanya cahaya yang bisa memberikan harapan hidup bagi dirinya. Kisah Sultan Riau-Lingga yang disampaikan ketika ia berada dalam kegelapan menunjukkan bahwa ia sedang memimpikan cahaya untuk menerangi hidupnya. Ia ingin terbebas dari penyiksaan yang dirasakannya. Ia yakin bahwa cahaya itu akan datang untuk menyelamatkan hidupnya.
Novel ini menceritakan permasalahan yang pelik.  Penguasa merupakan penjajah, sedangkan masyarakat adalah pihak yang dijajah. Ketika penguasa menjajah bangsanya sendiri. Ini adalah suatu kritikan tajam yang penting disampaikan dalam novel Gelombang Sunyi. Penindasan yang teramat dalam yang dirasakan masyarakat tempatan. Tokoh ‘aku’ berperan sebagai orang yang menyuarakan suara orang-orang yang tidak dianggap memiliki suara, sehingga mereka tidak dapat membela hak-hak mereka. Ia  seperti cahaya bagi masyarakat tempatan karena tulisan-tulisannya yang kritis dapat membela kepentingan mereka.
Bagi tokoh ‘aku’ cahaya itu adalah kebebasan. Bagi pihak perusahaan cahaya itu keuntungan yang melimpah dari tanah-tanah masyarakat tempatan yang mereka rampas. Bagi masyarakat cahaya itu adalah ‘aku’ yang telah berupaya membela kepentingan mereka. Melalui novel setebal 190 halaman ini, tokoh ‘aku’ berharap datangnya cahaya tetapi cahaya yang diharapkannya itu ternyata hanya untuk kebebasan keluarga dan dirinya sendiri.
Ketika sang jurnalis memperoleh kebebasan dan keluar dari kegelapan ia diperintahkan untuk memikirkan keluarganya dari pada membela kepentingan masyarakat. Sehingga ketika ia memperoleh kebebasan, persoalan nasib dan hak masyarakat tempatan tetap tidak terselesaikan. Ternyata cahaya itu hanya semu. Tidak ada cahaya yang nyata. Atau memang kita tidak mungkin meraih cahaya nyata.
Dari karya ini kita bisa mengetahui bahwa penjajahan belum sepenuhnya berakhir khususnya di tanah Melayu. Pengungkapan cerita dengan menggunakan kata-kata atau istilah  melayu menambah pesona serta menjadikan novel karya Taufik Ikram Jamil ini lebih unik dan tidak biasa. Namun masih banyak juga kosa kata atau istilah melayu yang digunakan penulis ini tidak dimengerti oleh pembaca. Alangkah lebih baiknya jika di bagian akhir novel  ini penulis menyertakan juga pengertian-pengertian atau definisi dari kosa kata atau istilah melayu yang digunakan. Dengan begitu, pembaca bisa lebih mudah memahami maksud istilah melayu yang dituliskan oleh penulis.
Penulis menguraikan kisah demi kisah dalam novel ini dengan gaya deskriptif yang detail. Sehingga pembaca bisa dengan mudah berimajinasi tentang apa yang dituliskan oleh penulis. Namun di satu sisi, gaya penulisan yang menggunakan alur campuran sedikit membingungkan pembaca. Novel ini juga memasukkan cerita mengenai kisah kerajaan Riau Lingga dan beberapa kisah lain kedalamnya.
Makna Gelombang Sunyi dalam novel ini yaitu ujian kehidupan berupa penderitaan dan penindasan yang dirasakan masyarakat akibat dominasi ekonomi orang-orang kaya. Penderitaan dan penindasan berada dalam kondisi sunyi sebab tiada orang yang benar-benar berjuang untuk melepaskannya. Perlawanan  yang dilakukan tidak sebanding dengan kekuatan dari pihak penguasa. Alhasil, cahaya yang diharapkan pun sirna. Begitulah adanya kehidupan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar